Selasa, 07 Januari 2014
entahlah Tuhan, harus bilang apa? aku hanya terpaku. termenung menikmati duniaku sendiri. salah apa diriku? aku salah apa? tunjukkan padaku Ya Rabb. sesungguhnya hambamu ini tak luput dari kesalahan. andai aku bisa mandiri. ya Allah, harus bilang pada siapa? Allah bantu aku dalam sunyi yang kami alami.
Rabu, 10 Oktober 2012
S-A-R-A-N-G-H-A-E ONI!
“Kenapa
dia begitu tega? Apa salahku! Hiks hiks.”, dua lembar tisu diambil Oni untuk
mengusap tangis dan ingusnya, parahnya itu sudah pengambilan ke-20. Tak
henti-hentinya air matanya keluar untuk mengungkap kesedihannya karena hubunganya
dengan Alvin yang sudah berjalan satu tahun harus kandas.
“Oh
Tuhan, kenapa jadi seperti ini? Apa salahku? Aku sangat menyayanginya!”, Oni
bertanya di dalam sesenggukan tangisnya, bicaranya yang menjadi tidak jelas dan
lucu sempat membuat sepupunya yang sedang menguping dari luar tertawa.
“Sreeettt!!”, lagi-lagi tiga tisu sekaligus ditarik. Pengambilan ke-21. Oni
terpuruk, sedih. Alvin yang dia sayang mengatakan kata terkutuk itu dua jam
yang lalu. Dia begitu kaget, ternganga, shock,
semuanya bercampur jadi satu. Padahal mereka kemarin baru saja pulang bersama
dan terlihat seperti pasangan tak terpisahkan, serasa dunia milik berdua,
mungkin bagi mereka yang lain ngekost, ngontrak, atau mungkin menyewa saking so sweet nya si Oni dan si Alvin. Eh,
paginya Alvin bilang, “Maaf ya, aku rasa aku nggak bisa ngelanjutin hubungan
kita. Aku ingin sekolah dulu. Tadi malam kakakku telepon, mamaku juga nasehatin
aku, katanya aku nggak boleh pacaran dulu. Maaf ya! Aku janji deh kalau kamu
ada apa-apa aku selalu siap, aku akan selalu ada di sampingmu, mendukungmu.”
Oni
keluar kamar setelah membasuh muka dengan mata sembab dan merah. Diraihnya
jaket coklat yang tergantung di sebelah almari sebelum membuka pintu kamar. Oni
bergegas keluar kamar tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Hingga adik sepupunya
capek bertanya,”Mbak Oni kemana? Mbak Oni kemana? Mbak Oni? Mbak Oni mau
kemana?”, tapi no respond dari Oni.
Deru sepeda motor yang cukup keras serta tarikan kencang gas motornya
mengiringi langkah awal Oni berkelana. Rasa suntuk mulai hinggap di hati dan
pikirannya. Oni sedang menuju tempat yang menenangkannya.
1
Februari 2011
Selingkuhanku, Oni.
Sender : Alvin
Dalem
Sender : Leony
Lagi apa?
Sender : Alvin
Nyantae, kamu?
Sender : Leony
Dengerin lagu PUPUS
Sender : Alvin
?????? patah hati, bertepuk sebelah tangan sama siapa?
Sender : Leony
Sama _____ . CINTA TAK HARUS MEMILIKI. Ini untukmu. L
Sender : Alvin
?#@#$?? (bingung)
Sender : Leony
21 Februari 2011
Tempat
: Kantin Sekolah
“Mmmmm,,
Oni, mmmmm Leony, gimana yang kemarin?”, tanya Alvin harap-harap cemas.
“Hah?
Yang kemarin? Apa Vin?”, Oni menampakkan wajah bingung yang mengiringi
kepura-puraannya.
“Itu
lho, yang kemarin. Yang aku bilang lewat sms. Gimana? Kamu mau nggak jadi
cewekku?”, raut wajah Alvin seketika berubah menjadi takut. Takut ditolak sama
Oni. Pasalnya wajahnya yang ganteng tak diimbangi oleh sikap karismatik yang
seakan-akan menjadi magnet pemikat wanita.
“Gimana
ya? Setelah aku pikir-pikir..................”
“Dug,,dug,,dug,,dag,,dig,,dug!”,
Alvin cemas menunggu jawaban
“Mmmmmmmmmmm,,,,,,
iya deh aku mau. J”
Dddiiiaarrr!
Seakan mendengar bunyi petir yang tak terduga, Alvin menjingkat kaget. Dia
diterima! Itulah sebabnya dia terasa kaku, tegang, gugup, takut, dan tak
percaya diri. Diterima? Oleh Oni, cewek cuek sedunia. Oh Tuhan! Ini keajaiban!
14 Mei 2012
“Leonydhika,
aku ingin bicara.”, suara Alvin terdengar tak bersemangat dari speaker telepon
genggam.
“Huuuammmpppp,
iya Vin. Apaan?”, jawab Oni yang masih berkonsentrasi dengan rasa kantuknya.
“Aku,
aku, aku, aku ingin kita break dulu
ya?”
GLODAKKK!!!!
***
Oni
terbujur lemas di sofa ruang tamu, seraya menikmati bacaan motivasi di depannya
dengan alunan musik dari Ari Lasso.
“Entah
dimana dirimu berada? Hampa terasa hidupku tanpa dirimu. Apakah di sana kau
rindukan aku? Seperti diriku yang selalu merindukanmu, selalu merindukanmu.”
Entah
apa yang dipikirkannya, rasanya empat bulan tidak cukup untuk melupakan Alvin.
Rasanya semuanya berjalan cepat tapi tak membawa hasil. Dengan perasaan
menggantung dan tak pasti, sejuta ketakutan pasti tercipta dan rasa cemburu tak
mungin musnah begitu saja. Hatinya menjerit, sakit!!!! Dia lelah, begitu lelah.
Sikap Alvin yang tidak konsisten dan suka bermain tarik tambang membuatnya
menderita. Memangnya wanita mana yang mau digunakan alat tarik tambang. Semua wanita
yakin tak akan mau!
Oni
tak lagi sedang di rumahnya. Sejak kemarin dia sudah menempatkan dirinya di
tempat penenangan, Solo. Solo adalah kota yang ia pernah tinggal selama lima
tahun sebelum akhirnya pindah ke Bekasi. Tepatnya dua setengah tahun yang lalu
dia meninggalkan kota budaya Jawa ini. Kerinduannya tak pernah lepas pada kota
yang indah ini, setiap waktu ia selalu mengingat masa-masa remajanya yang
berawal di sana, bersama teman-teman sebayanya di sekolah menengah pertama juga
bersama tetangga-tetangga yang hubungannya sudah seperti saudara.
“KRINGGG!!!”,
suara telepon genggam Oni menghentikan alunan lagu dari Ari Lasso. Diangkatnya
segera setelah melihat nama si penelpon di layar. Dari Yahya, seseorang yang
menganggapnya spesial dulu.
“Halo,
assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam,
dik Oni, jangan lupa jam empat ya. Let’s
take a bath directly! Jangan lupa bawa kertas kosong, alat tulis,
kalkulator juga bila perlu. Assalamu’alaikum.”
Tuut tuut tuut, telepon terputus. Tanpa banyak komentar Oni langsung memencet
tombol merah dan lekas pergi mengambil handuk, walaupun kata Yahya di telepon
terasa aneh. Menyuruh Oni membawa alat-alat sekolah? Halloooo, kan mau nge-date bukan les.
Jam
empat sore, saatnya Oni beraksi. Di hari terakhir berpuasa tahun ini akan ia
habiskan dengan Yahya. Seperti yang ia inginkan, ia perlu obat, ia begitu
optimis bahwa Yahya lah obat yang diberikan Allah. Hadirnya Yahya kembali telah
membuatnya berkata SAATNYA MOVE ON!!!!!!
Oni
duduk di rerumputan Alun-alun kota Solo sambil menyantap semangkok bakso. Di
sampingnya ada Yahya yang sedang menghabiskan es kelapa muda. Menu berbuka
puasa bersama mereka berdua untuk yang pertama kalinya. Tiba-tiba Yahya
mengajak Oni duduk di tempat yang di atasnya terdapat lampu. Yahya
mengacak-acak isi tasnya. Kemudian mengeluarkan selembar kertas, dan disodorkan
kepada Oni.
“Tolong
kerjakan ini! Aku yakin kamu bisa. J”, kata Yahya
sembari menyodorkan kertas kepada Oni. “Tulis juga namamu di bagian tengah atas
kertas, pakai huruf balok ya. Jawabannya tulis di samping soalnya, langsung!
Kalau ada jawabannya pakai pulpen yang berbeda, sesuai warna kesukaanmu.
Sertakan hitunganya. Taruh di belakang kertas.”, lanjutnya.
“Apa
ini? Soal matematika? Dating macam apa ini? Baru kali ini aku nge-date disodori soal.” Oni ngedumel tanda
kesal.
“Sudah
kerjakan saja, nanti juga kau tahu.”, Yahya memaksa Oni secara halus dengan
triknya, karena dia tahu bahwa Oni tipe orang yang penasarannya tinggi. Kertas
yang diberikan Yahya hanya ada sembilan soal, tak seperti guru yang pada
umumnya memberikan sepuluh soal. Hah,
hanya sembilan soal? Ini anak tanggung banget ya. Nulis satu soal buat
melengkapi aja males. Oni kembali mengomel, tapi kali ini di dalam hati.
Oni
mengerjakan soal yang diberikan Yahya, dia tak merasa tertantang sama sekali.
Karena tak sedikitpun soalnya sulit. Tetapi jawaban dari soal tersebut
membuatnya bingung, jawabannya tak berupa angka, persamaan, atau nilai sudut
dan komponen matematika lainnya, melainkan berupa huruf. Oni tak peduli, ia
hanya mengerjakan saja sesuai kemampuannya, sesuai yang ia tahu. Salah atau
benar, menurutnya harus benar. Sepuluh menit! Dalam waktu sepuluh menit
sembilan soal terjawab sudah, bagi Oni soal-soal itu terlalu mudah, bukan soal Olimpiade
yang membuatnya muntah-muntah di atas wastafel saking tingginya tingkat soal,
seperti bintang kecil di langit yang tinggi. Oni kembali terheran-heran, ia
cermati lagi jawabannya sebelum kertas itu dikembalikan ke Yahya.
Tanpa
berpikir panjang diserahkan kertas itu pada pemiliknya lagi, Oni sebenarnya
masih bingung dan super penasaran, apa maksud dari jawaban soal tadi, aneh dan
penuh tanda tanya. Tapi dia tak mau larut dalam kebingungan, dia memilih pasrah
saja.
“Ini,
sudah selesai.”, kata Oni dengan kertas disodorkan ke Yahya.
“Bagaimana
jawabanmu?”, tanya Yahya. Membuat Oni semakin bingung. Nggak orangnya, nggak soalnya sama-sama membingungkan. Kembali
suara hati Oni keluar.
“Ya
itu tadi, jawaban soalnya kan sudah aku tulis.”, Oni menjawab dengan rekasi
biasa.
“Coba
kau baca lagi jawaban dari soal ini. Itu perasaanku ke kamu dik Oni. J”, jelas Yahya dengan sabar.
“Sini
coba.”, diraihnya kertas itu kembali. “S-a-r-a-n-g-h-a-e, saranghae?? Apa?? Saranghae??”, Oni gugup, kembali
bingung.
“Iya,
itu perasaanku ke kamu dik Oni, Leonydhika Nusantara. Saranghae Oni, watashi wa anata aishite? Will you be mine? Colour my time, my life.
Bagaimana jawabanmu. Aku ingin sekarang juga kau menjawab. Aku tahu rahasia
perempuan, mereka meminta waktu untuk memikirkan jawaban, padahal mereka sudah
tahu saat itu juga, mereka melakukan itu hanya agar dikira mereka bukan
perempuan gampangan. Tapi aku percaya kau bukan gadis seperti itu. Kau mau kan
menjawab sekarang.”, kata Yahya dengan lembut, menyatakan cintanya pada
Leonydhika yang biasa dipanggil Oni. Oni gugup setengah mati, dia tak tahu
harus bilang apa? Apakah memang ini awal
hidup baru? Inikah obat yang Engkau maksud Ya Allah? Tanyanya dalam hati.
“Tahukah kamu? Kamu cinta pertamaku. Aku berusaha melupakanmu bertahun-tahun,
aku juga pacaran dengan gadis lain sampai tiga kali. Tapi kembalinya akhirnya
ke kamu. Karena hati ini amat bersahabat denganmu.”, lanjutnya tanpa berani
menatap mata Oni. Dia gugup dan takut.
“Bismillahirrohmanirrohim,
bismillahirrohmanirrohim, bismillahirrohmanirrohim, Mas Yahya, I will. I will be your sweetheart.”, Oni menjawab dengan memberanikan diri.
“Benarkah??
Ya Allah, tak sia-sia memang. Satu minggu aku lembur untuk membuat soal-soal
ini. Aku ingin mengawali pernyataan cintaku dengan hal yang berbeda. Bukan
dengan bahasa yang biasa digunakan, tapi melalui bahasa matematika. Yang isinya
tersirat, bukan tersurat. Kamu tahu kan aku tidak suka matematika, tapi
alhamdulillah aku mulai menyukainya sejak berjuang membuat soal-soal ini dan
aku mulai bisa. Terima kasih Ya Allah!!!!!!”, Yahya melonjak senang dan
mengucap puji syukur kepada Allah. Ia begitu bahagia hari ini. Di bawah lampu
alun-alun kota, di bawah gemerlap bintang di langit dan kembang api juga
suara-suara gemuruhnya, kumandang takbir pun juga tak absen untuk ikut mewarnai
suasana bahagia mereka, Yahya dan Oni.
Bismillahirrohmanirrohim, semoga
Allah meridhoi!! Semoga semua ini dapat membawa manfaat. Aminnnn Ya Robbal
Alamin. J. Do’a Oni.
By : Erin Sebtiarini
(09), XII IPA 2
Langganan:
Postingan (Atom)